Oleh PixelScribe | 18 Mei 2025
Ada grup Facebook berisi Puluhan ribu orang.
Bukan tentang bisnis.
Bukan tentang hobi.
Bukan tentang berbagi ilmu.
Tapi tentang berfantasi menodai darah daging sendiri.
Di mana tawa virtual menyambut cerita kelam tentang ibu dan anak, ayah dan putri, kakak dan adik.
Bukan hanya menjijikkan.
Ini sudah titik patah dari kemanusiaan.
☠️ Kita Telah Kehilangan Rasa Berdosa
Dulu, kata “dosa” membuat orang bergidik.
Hari ini, ia hanya jadi judul konten clickbait.
Kita tertawa melihat konten kriminal.
Kita kasih react ke curhatan predator.
Kita scroll tanpa jijik,
karena—apa yang masih bisa menjijikkan, saat semuanya telah jadi lucu-lucuan?
🎭 Dunia Digital Mengubah Wajah Kita
Moral tidak lagi dipupuk di rumah.
Ia dibentuk oleh algoritma,
dimutilasi oleh viralitas,
dan dikubur oleh komentar receh.
Kita lupa bahwa yang diam juga ikut bersalah.
Bahwa scrolling adalah bentuk persetujuan diam-diam.
🌪️ Fantasi Busuk Menjadi Norma Baru
Mereka bilang:
“Itu hanya cerita.”
“Hanya imajinasi.”
“Kami tidak menyakiti siapa pun.”
Tapi itu dusta.
Karena apa yang dibayangkan hari ini, bisa diwujudkan esok hari.
Apa yang dibolehkan hari ini, akan dicontoh oleh generasi berikutnya.
Dan saat itu tiba—siapa yang akan kau salahkan?
Meta? Pemerintah?
Atau dirimu sendiri yang tak bersuara saat semua ini dimulai?
🤖 Dunia Tanpa Jiwa
Platform sosial hari ini lebih tahu selera kita daripada hati nurani kita.
Mereka feed kita apa yang membuat kita marah, terangsang, benci, atau penasaran.
Tapi tak satu pun dari itu menumbuhkan nurani.
Dan kita?
Seperti sapi digital.
Menunduk, mengikuti alur, kehilangan arah.
🧩 Ini Bukan Kasus Unik. Ini Simptom Dunia
Grup “fantasi sedarah” bukan satu-satunya.
Ada forum tentang seks dengan hewan.
Ada kanal yang membahas eksploitasi anak sebagai “seni”.
Ada tempat di mana predator bertukar tips dan tidak ada yang merasa aneh.
Apa ini hanya sisi gelap internet?
Atau ini wajah asli kita yang baru?
🪞 Cermin Retak Kemanusiaan
Jika hari ini kita tidak bisa berkata “ini salah”,
maka lusa kita akan hidup di dunia di mana
tidak ada yang salah lagi.
Karena segalanya bisa dibenarkan,
selama ada komunitasnya.
Selama ada “kebebasan ekspresi”.
⚖️ Dunia Butuh Aturan Etika, Bukan Sekadar ToS
Facebook bisa menghapus postingan dengan kata “telanjang”,
tapi tidak menghapus grup yang membayangkan incest.
YouTube bisa men-demonetisasi opini,
tapi membiarkan lagu-lagu yang memuja kekerasan seksual viral.
Karena moralitas kini dinilai bukan dari benar-salah, tapi dari potensi monetisasi.
🛡️ Kita Harus Membuat Batas Baru
Tidak semua kebebasan adalah hak.
Tidak semua pikiran layak difasilitasi.
Dan tidak semua suara layak punya panggung.
Kalau kita tak bisa berdiri dan bilang,
“Ini menjijikkan. Ini salah. Ini harus dibakar.”,
maka kita sedang menggali kuburan anak-anak kita.
Kuburan budaya.
Kuburan empati.