Medan – Kasus mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, kembali mengemuka setelah Mahkamah Agung (MA) menghukum dia selama empat tahun penjara dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Keputusan ini muncul setelah JPU mengajukan kasasi atas vonis bebas yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Stabat. KontraS Sumut kini mendesak agar hakim-hakim yang terlibat dalam vonis bebas tersebut diperiksa secara etik.
Staf Advokasi KontraS Sumut, Ady Yoga Kemit, mengungkapkan kekecewaannya terhadap putusan hakim PN Stabat. “Putusan MA ini menunjukkan bahwa TRP memang bersalah. Namun, putusan bebas di tingkat pertama sangat mencolok dan mengundang pertanyaan besar tentang integritas hakim-hakim tersebut,” katanya pada 28 November 2024.
Ady juga menyoroti bahwa meskipun MA menghukum TRP, keputusan tersebut tidak mengakomodasi restitusi bagi para korban yang menderita akibat tindakan pelanggaran tersebut. “Kami sangat menyayangkan bahwa hukum seakan mengabaikan hak-hak korban. Kerugian yang dialami oleh mereka harus menjadi fokus dalam setiap putusan hukum,” tambahnya.
Kecurigaan terhadap hakim PN Stabat semakin menguat setelah putusan MA. “Kami merasa bahwa hakim di tingkat pertama tidak mempertimbangkan hak-hak korban dengan serius. Ini sangat berbahaya dan dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” tegas Ady.
Dalam rangka menuntut keadilan, KontraS Sumut menuntut agar MA melakukan evaluasi terhadap hakim-hakim yang memberikan vonis bebas. “Kami berharap agar hakim-hakim ini dapat mempertanggungjawabkan keputusan mereka. Putusan bebas tersebut telah menciptakan ketidakpercayaan di masyarakat, dan ini harus segera diatasi,” ujarnya.
Masyarakat berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi sistem peradilan di Indonesia. “Kami ingin agar ke depan, setiap putusan hakim dapat lebih berpihak kepada korban dan menegakkan keadilan yang hakiki,” tutup Ady, menekankan pentingnya perlunya reformasi dalam sistem hukum yang ada.