Jakarta, 1 September 2025 – Malam akhir pekan biasanya jadi momen ramai di TikTok Live. Ribuan kreator bersiap menjajakan produk, ngobrol dengan pengikut, atau sekadar menghibur audiens. Namun Sabtu, 30 Agustus 2025, suasana berubah drastis. Tab Live di aplikasi TikTok mendadak kosong. Tidak ada siaran baru, ikon Live tak bisa diklik, dan konten lama pun menghilang.
Kejadian ini sontak memicu kebingungan massal. Netizen ramai di platform X (Twitter) menanyakan penyebabnya. Beberapa mengira error teknis, namun tak lama kemudian TikTok mengumumkan secara resmi bahwa fitur Live di Indonesia ditangguhkan sementara. Alasannya: meningkatnya kericuhan unjuk rasa yang bisa mengancam keamanan digital.
Kronologi: Dari Jalanan Memanas ke Dunia Maya yang Sunyi
Pada akhir Agustus, berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Makassar diguncang aksi massa yang awalnya damai. Tuntutan soal reformasi ekonomi dan pemberantasan korupsi berubah jadi kerusuhan: pembakaran, penjarahan, hingga korban jiwa.
Di tengah kondisi itu, Sabtu malam pukul 20.40 WIB, fitur TikTok Live tiba-tiba berhenti berfungsi. Beberapa pengguna seperti @SoniaEryka melaporkan semua konten Live hilang. Akun lain, @georgedws, menyebut tab Live terlihat kosong seperti “padang gurun digital”.
Pantauan KompasTekno mengonfirmasi laporan tersebut. Bahkan, ikon Live di pojok kiri atas aplikasi kini hanya menampilkan pesan error: “Unstable connection. Try entering the Live again”.
Pernyataan TikTok: Keputusan Sukarela, Bukan Tekanan Pemerintah
Juru bicara TikTok menyampaikan pernyataan resmi ke media. Mereka menyebut penutupan fitur Live dilakukan secara sukarela demi menjaga ruang digital tetap aman dan beradab.
“Sehubungan dengan meningkatnya kekerasan dalam aksi unjuk rasa di Indonesia, kami mengambil langkah pengamanan tambahan. TikTok Live kami tangguhkan untuk beberapa hari ke depan. Kami juga terus menghapus konten yang melanggar panduan komunitas,” ujar juru bicara TikTok.
Langkah ini diklaim bukan instruksi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Namun, pemerintah tetap mengawasi ketat. Kominfo disebut siap menjatuhkan sanksi bila TikTok dianggap lalai mengontrol konten berbahaya.
Mengapa Fitur Live Jadi Sasaran Utama?
Pertanyaan besar muncul: mengapa TikTok memilih mematikan fitur Live, bukan fitur lain? Alasannya sederhana tapi krusial: kecepatan dan daya sebar real-time.
Siaran langsung memungkinkan siapa saja menyiarkan kejadian lapangan tanpa filter. Dalam situasi politik panas, Live bisa menjadi alat dokumentasi, tapi juga rawan dipakai menyebar hoaks, provokasi, bahkan koordinasi aksi massa. TikTok ingin menutup celah itu sebelum situasi makin memanas.
Keputusan ini, meski logis, memunculkan debat publik. Di satu sisi, langkah dianggap perlu demi keamanan. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa perusahaan teknologi global bisa sewaktu-waktu membatasi akses publik terhadap informasi.
Dampak Ekonomi: UMKM Kehilangan Jalur Nafas
Tidak butuh waktu lama bagi dampak ekonomi untuk terasa. Ribuan pelaku UMKM yang mengandalkan Live untuk berdagang mendadak kehilangan etalase utama. Banyak yang mengaku omzet harian mereka turun drastis, antara 30 hingga 50 persen.
Seorang penjual pakaian di Bandung mengatakan biasanya ia bisa menjual 200 item dalam satu sesi Live. Namun setelah fitur dimatikan, penjualannya turun lebih dari separuh. “Seperti pintu toko digembok tanpa pemberitahuan,” keluhnya.
Kreator konten pun menghadapi masalah serupa. Sebagian mencoba bermigrasi ke Shopee Live, Instagram, atau YouTube. Tetapi transisi ini tidak mudah. Basis audiens TikTok yang besar dan interaktif tidak bisa langsung digantikan oleh platform lain.
Dampak Sosial: Netizen Berontak, Tagar #TikTokLiveKembali Menggema
Di luar persoalan ekonomi, keresahan juga meledak di dunia maya. Tagar #TikTokLiveKembali sempat masuk daftar trending di X. Banyak yang menilai keputusan TikTok sebagai bentuk sensor berlebihan.
Namun ada juga kelompok yang mendukung. Menurut mereka, langkah TikTok justru menyelamatkan ruang digital dari potensi provokasi berbahaya. Perdebatan ini memperlihatkan betapa fitur Live bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari keseharian masyarakat digital Indonesia.
Rumor dan Prediksi: Kapan Hidup Lagi?
Hingga artikel ini ditulis, TikTok belum mengumumkan tanggal pasti. Rumor yang beredar menyebut fitur Live bisa kembali sekitar 3 September 2025, setelah rencana aksi lanjutan sebagian kelompok mahasiswa dibatalkan.
Meski begitu, semua masih spekulasi. TikTok hanya mengatakan penutupan berlaku “beberapa hari ke depan”. Sementara Kominfo menegaskan akan terus berkoordinasi dengan TikTok untuk memastikan fitur bisa kembali aktif tanpa membahayakan keamanan.
Analisis: Dilema Besar Era Digital
Kasus TikTok Live ini menyingkap dilema besar yang dihadapi Indonesia di era digital. Di satu sisi, platform harus menjaga keamanan publik dari potensi penyalahgunaan teknologi. Di sisi lain, ketergantungan masyarakat terhadap satu fitur membuat ekonomi digital sangat rentan.
Indonesia adalah pasar utama TikTok, terutama dalam sektor live commerce. Dengan lebih dari 125 juta pengguna aktif, keputusan mematikan Live jelas menimbulkan dampak luas. Jika situasi ini berlanjut, pertumbuhan UMKM digital yang baru saja bangkit pasca-pandemi bisa kembali terhambat.
Penutup: Stabilitas atau Kebebasan?
Mati surinya TikTok Live menjadi peringatan keras bahwa dunia digital tidak kebal dari krisis sosial-politik. Keputusan ini mungkin membantu menekan potensi kerusuhan, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi dan keresahan publik.
Apakah fitur ini akan segera kembali minggu ini, atau justru butuh waktu lebih lama? Jawabannya masih misteri. Yang jelas, Indonesia kini sedang menguji keseimbangan rapuh antara menjaga stabilitas nasional dan melindungi ekosistem digital yang menopang jutaan orang.