Kunjungan Terakhir ke Rumah Sakit
Rendy Kjaernett mengungkapkan cerita menyentuh tentang momen terakhir bersama ayahnya, Ernest Kjaernett, sebelum ia meninggal dunia pada 4 Januari 2025. Rendy berbagi bahwa mereka sempat saling memaafkan, memberikan makna mendalam pada perpisahan tersebut. “Dengan terbata-bata dia bilang, ‘I’m very very okay.’ Mukanya dan seluruh tubuhnya sudah kuning karena livernya sudah tidak berfungsi,” ujarnya saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Banten.
Permintaan maaf yang disampaikan oleh Ernest menambah kesedihan dalam momen tersebut. Ia merasa belum bisa menjadi ayah yang baik bagi Rendy dan mengungkapkan penyesalannya di saat-saat terakhir hidupnya. “I’m sorry,” adalah kata-kata yang paling berkesan dan tak terlupakan bagi Rendy.
Diagnosis yang Mengejutkan
Ernest didiagnosis mengalami gagal liver dan diprediksi hanya memiliki waktu hidup sekitar satu bulan. Rendy, yang saat itu sedang berada di Vietnam untuk urusan bisnis, sangat khawatir dengan kondisi ayahnya. “Pasangan Papa memberiku informasi kalau Papa masih ada waktu sekitar dua minggu hingga sebulan. Jadi aku pikir masih ada waktu,” kenangnya.
Namun, kabar buruk datang lebih cepat dari yang diharapkan. “Rasanya berat sekali, aku masih tidak percaya karena sebelumnya Papa masih terlihat sehat. Bulan Oktober kami masih sering teleponan, video call, bahkan bercanda,” ungkap Rendy, yang merasa sangat kehilangan.
Membangun Hubungan yang Kuat
Momen saling memaafkan ini menjadi sangat penting bagi Rendy. Ia menyadari bahwa hubungan mereka tidak selalu mudah, tetapi kesempatan untuk berbicara sebelum kepergian ayahnya sangat berharga. “Aku baru bertemu Papa saat umur 27 tahun. Sekarang harus seperti ini, dia tidak mau menyusahkan,” katanya.
Rendy menekankan pentingnya komunikasi dalam hubungan keluarga. Meskipun terdapat kesalahan di masa lalu, mereka berusaha untuk saling mengerti satu sama lain. Rendy merasa beruntung karena sempat memiliki waktu untuk mendengarkan ayahnya sebelum kepergiannya.
Harapan dan Doa
Kini, setelah kepergian ayahnya, Rendy hanya bisa mendoakan yang terbaik. Ia merasa sedikit lega karena ayahnya tidak lagi merasakan sakit. “Aku berharap Papa tenang di sana,” ujarnya dengan penuh haru. Rendy bertekad untuk terus mengenang semua momen indah yang mereka bagi dan mengajak semua orang untuk menghargai setiap kesempatan bersama orang terkasih.
Di tengah kesedihan ini, Rendy mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah memberikan dukungan. “Aku sangat menghargai semua doa dan perhatian yang diberikan. Ini sangat berarti bagiku dan keluargaku,” tutupnya dengan penuh rasa syukur.