KompasTekno – Dunia digital semakin kompleks, dan penipu semakin pintar dalam mencari celah. Kali ini, peringatan datang langsung dari FBI (Federal Bureau of Investigation). Mereka menemukan tren penipuan baru yang menyalahgunakan fitur share screen di WhatsApp, dan kasus ini sudah merebak hingga ke Indonesia.
Fitur berbagi layar yang seharusnya membantu justru dipelintir jadi senjata. Penipu tidak perlu lagi meretas sistem; cukup memainkan psikologi korban agar mereka sendiri yang membuka “pintu” keamanan ponsel.
Trik Psikologis: Dari Panik ke Percaya
Berdasarkan penelusuran, pola serangan dimulai dengan rekayasa sosial (social engineering). Penipu biasanya menghubungi korban lewat telepon dengan nada serius. Mereka menyamar sebagai pegawai bank, petugas pemerintah, atau bahkan tim keamanan aplikasi.
Tujuannya jelas: membangun rasa takut dan panik. Dengan mengatakan bahwa akun sedang diretas atau transaksi mencurigakan sedang berlangsung, korban dipaksa merasa terdesak. Dalam kondisi ini, daya kritis menurun, dan korban cenderung menuruti instruksi tanpa berpikir panjang.
Langkah berikutnya adalah memberi solusi palsu. Pelaku mengarahkan korban untuk membuka WhatsApp dan mengaktifkan share screen, seolah itu prosedur standar untuk mengamankan akun. Padahal, saat layar dibagikan, penipu bisa melihat segalanya secara real-time.
Kasus Nyata: Dari AS, India, hingga Jakarta
Di Amerika Serikat, laporan penipuan model ini meningkat tajam sepanjang 2025. India pun mengalami lonjakan serupa. Indonesia tidak ketinggalan: Wali Kota Jakarta Pusat, Arifin, sempat hampir menjadi korban.
Ia dihubungi oleh seseorang yang mengaku petugas kecamatan, dengan alasan aktivasi KTP Digital. Arifin diminta menyalakan share screen, tetapi ia menolak. Lewat akun Instagram pribadinya, ia memperingatkan masyarakat agar tidak memberikan akses pribadi ke pihak tak dikenal.
“Jangan pernah memberikan data pribadi maupun akses WhatsApp ke orang yang tidak dikenal. Pastikan informasi hanya melalui kanal resmi pemerintah,” ujarnya.
Mengapa Sangat Berbahaya?
FBI menekankan bahwa risiko terbesar dari modus ini ada pada akses langsung ke layar. Jika korban membuka aplikasi mobile banking atau dompet digital, penipu bisa langsung melihat kode OTP, kata sandi, hingga saldo rekening.
Dampak yang mungkin terjadi:
- Pengurasan saldo rekening dalam hitungan menit.
- Pengambilalihan akun media sosial dan email.
- Penyalahgunaan identitas untuk menipu orang lain.
- Kebocoran informasi pribadi seperti foto dan percakapan.
Kerugian finansial hanyalah permulaan. Identitas digital korban juga bisa dijadikan senjata untuk kejahatan lain.
Cara Mendeteksi dan Mencegah
Untuk melindungi diri, berikut langkah investigatif yang direkomendasikan FBI dan pakar keamanan:
- Analisis sumber panggilan. Jika nomor tidak dikenal atau terasa mendesak, jangan ditanggapi.
- Verifikasi instansi. Hubungi langsung nomor resmi bank atau lembaga terkait.
- Gunakan share screen dengan bijak. Hanya untuk keperluan jelas dengan orang terpercaya.
- Aktifkan 2FA (Two-Factor Authentication). Tambahan verifikasi membuat akun lebih sulit diretas.
- Update aplikasi dan sistem. Perangkat dengan software lama lebih rentan disusupi.
- Laporkan nomor mencurigakan. Gunakan kanal polisi siber untuk mencegah korban lain.
- Edukasi lingkungan terdekat. Orang tua dan lansia paling sering jadi sasaran karena lebih mudah percaya.
Hindari Kesalahan Fatal
Selain tips pencegahan, ada beberapa hal yang wajib dihindari:
- Jangan panik ketika ditelepon nomor asing.
- Jangan pernah mengaktifkan share screen ketika membuka aplikasi keuangan.
- Jangan menuruti instruksi terburu-buru meski mengaku dari bank atau instansi resmi.
- Jangan bagikan data pribadi lewat panggilan WhatsApp.
Penutup: Waspada Jadi Tameng Terbaik
Kasus share screen scam menunjukkan bahwa penipuan digital kini lebih mengandalkan manipulasi psikologis daripada teknologi canggih. Pelaku tidak perlu membobol sistem keamanan yang rumit; cukup membuat korban menekan satu tombol.
Peringatan FBI ini adalah sinyal kuat bagi masyarakat, termasuk di Indonesia. Teknologi memang membawa kemudahan, tapi juga membuka peluang bagi kejahatan. Pada akhirnya, perlindungan terbaik ada pada kewaspadaan kita sendiri.
Ingat: jangan biarkan kepanikan membuat Anda kehilangan segalanya.