Chegg Bangkrut Setelah ChatGPT Menguasai Pasar Bimbingan Belajar Online

Illustrasi Bisnis Gulung Tikar akibat Chatgpt

Perusahaan bimbingan belajar online terkenal asal Amerika Serikat, Chegg, baru-baru ini mengumumkan kebangkrutan setelah mengalami kerugian yang sangat besar. Fenomena yang menjadi penyebab utama jatuhnya Chegg adalah munculnya teknologi ChatGPT, sebuah chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) yang kini digunakan oleh banyak pelajar untuk membantu dalam proses belajar. Keberadaan ChatGPT yang semakin populer ini terbukti menggerus pelanggan Chegg, membuat perusahaan tersebut kehilangan daya saing di pasar bimbingan belajar online.

Kehilangan Pelanggan Besar-Besaran

Chegg, yang sebelumnya menjadi andalan bagi pelajar yang membutuhkan bimbingan belajar atau jawaban untuk soal-soal akademik, kini harus menghadapi kenyataan pahit. Setelah hadirnya ChatGPT, lebih dari setengah juta pelanggan Chegg memilih untuk berhenti berlangganan layanan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa ChatGPT, yang didukung oleh GPT-4, bisa memberikan jawaban yang lebih cepat dan lebih akurat dibandingkan jawaban yang diberikan oleh pakar manusia di Chegg.

Pada puncaknya, harga saham Chegg merosot hingga 99 persen, dari level tertinggi di angka 113,51 dollar AS (sekitar Rp 1,7 juta) per lembar saham pada tahun 2021, menjadi 1,86 dollar AS (sekitar Rp 29.315) per lembar saham pada tahun 2024. Penurunan drastis ini menjadi salah satu tanda jelas bahwa Chegg kehilangan pangsa pasarnya di tengah persaingan dengan teknologi AI.

Chegg Terlambat Mengadaptasi AI

Meskipun pada tahun 2022 tim internal Chegg sudah mengusulkan untuk mengintegrasikan AI dalam sistem mereka, ide tersebut justru ditolak oleh manajemen perusahaan pada saat itu. Mereka tidak melihat potensi besar dari ChatGPT dan menganggap bahwa teknologi ini tidak dapat memberikan jawaban yang akurat. Namun, seiring waktu, ChatGPT terbukti semakin populer di kalangan pelajar, dengan banyak dari mereka beralih untuk menggunakan layanan ini dibandingkan dengan Chegg.

Chegg akhirnya menyadari bahwa teknologi AI bisa sangat berdampak pada bisnis mereka, dan mencoba untuk beradaptasi dengan menghadirkan layanan Cheggmate, sebuah platform yang dirancang untuk menggabungkan database Chegg dengan GPT-4 dari OpenAI. Namun, kolaborasi ini tidak memberikan hasil yang signifikan karena ChatGPT tetap menjadi pilihan utama pelajar.

Cheggmate dan Upaya Terlambat untuk Bertahan

Cheggmate, yang dibuat dengan harapan bisa memanfaatkan kecerdasan buatan untuk bersaing dengan ChatGPT, gagal mendapatkan sambutan positif dari pengguna. Meski layanan tersebut memungkinkan pengguna untuk mendapatkan jawaban dari soal-soal pelajaran menggunakan teknologi GPT-4, kenyataannya pengguna lebih memilih ChatGPT yang lebih fleksibel dan efektif dalam memberikan jawaban dengan konteks yang lebih baik.

Sementara itu, Chegg mencoba beradaptasi dengan menggandeng perusahaan lain seperti Scale AI untuk menciptakan solusi AI yang lebih baik, namun semua upaya tersebut masih belum mampu mengatasi ketertinggalan mereka di pasar. Pada akhirnya, Cheggmate harus dihentikan, dan perusahaan memutuskan untuk memangkas 441 karyawan serta berusaha merombak strategi bisnisnya di bawah kepemimpinan Nathan Schultz, CEO yang menggantikan Dan Rosensweig pada Juni 2024.

Dampak ChatGPT pada Industri Bimbel Online

Kejatuhan Chegg menjadi contoh nyata bahwa kecerdasan buatan seperti ChatGPT telah mengubah lanskap industri bimbingan belajar online. Siswa sekarang lebih memilih menggunakan AI untuk membantu mereka menyelesaikan tugas atau belajar materi baru dengan cara yang lebih cepat dan efektif. Sebagai akibatnya, platform bimbingan belajar tradisional yang mengandalkan interaksi manusia harus beradaptasi dengan perubahan ini agar tetap relevan.

Chegg harus menghadapi kenyataan bahwa AI generatif yang dapat memberikan jawaban otomatis dan tepat waktu telah menggantikan model bisnis lama yang mengharuskan pelajar untuk berlangganan dan membayar untuk mendapatkan jawaban dari pakar. ChatGPT dan platform AI serupa kini menjadi solusi yang lebih hemat biaya dan lebih mudah diakses.

Bagaimana Masa Depan Bimbel Online?

Dengan adanya pergeseran besar dalam cara orang belajar, perusahaan bimbingan belajar online lainnya juga harus berpikir lebih kreatif. Teknologi AI kini bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan untuk tetap bersaing. Platform edukasi harus berinovasi dengan mengintegrasikan AI dalam layanan mereka, menawarkan lebih dari sekedar jawaban atas soal-soal tugas. Edukasi masa depan akan semakin berfokus pada peningkatan pengalaman belajar dengan teknologi canggih yang bisa menyesuaikan dengan kebutuhan tiap individu.

Kesimpulan

Perusahaan seperti Chegg yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan zaman kini harus menghadapi akibatnya. ChatGPT, sebagai salah satu produk AI yang paling populer, telah mengubah cara belajar dan mengakses informasi. Perusahaan bimbel online yang ingin bertahan perlu memanfaatkan AI generatif dalam menciptakan layanan yang lebih inovatif, atau mereka akan tersisih oleh perkembangan teknologi yang semakin maju.

Exit mobile version