Di tengah semua teknologi yang kita banggakan, dari satelit hingga sistem deteksi gempa, ada satu sistem peringatan yang sering terlupakan. Sederhana, alami, dan sudah ada sejak zaman purba. Namanya: insting hewan.
Bukan isapan jempol. Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, hewan sering menunjukkan tanda-tanda aneh sebelum bencana terjadi. Bukan karena mereka sakti. Tapi karena mereka merasakan sesuatu yang kita tidak bisa.
Saat Hewan Bereaksi Lebih Cepat dari Alat Pendeteksi
Mari kita lihat beberapa contoh nyata:
- Tsunami Aceh 2004: Gajah-gajah di wilayah wisata Aceh dan Thailand terlihat berlari ke bukit sebelum ombak raksasa menerjang. Di tempat lain, anjing enggan keluar rumah. Burung-burung pergi meninggalkan pesisir.
- Tonga 2025: Dua hari sebelum gunung meletus, sejumlah anak kura-kura laut yang baru dilepas tiba-tiba balik arah. Mereka menolak masuk laut.
- Gempa Mentawai 2010: Ternak berpindah tempat secara massal sebelum guncangan datang.
- Sejarah Yunani 373 SM: Tikus, musang, anjing, dan ular melarikan diri dari Kota Helice sebelum kota itu hancur karena gempa.
Apa yang Mereka Rasakan?
Jawabannya bukan mitos atau hal mistis. Hewan memiliki kemampuan biologis yang sangat peka terhadap perubahan alam.
Menurut Dr. Heri Setijanto dari IPB, hewan memiliki:
1. Indera Pendengaran yang Super Sensitif
Gelombang infrasonik yang muncul sebelum gempa bisa didengar oleh hewan seperti anjing, paus, bahkan buaya, tapi tidak oleh manusia.
2. Sensor Tubuh yang Penuh Reseptor
Hewan bisa merasakan tekanan, suhu, getaran, dan bahkan perubahan zat kimia di udara melalui chemoreceptors, mechanoreceptors, photoreceptors, thermoreceptors, dan nociceptors.
3. Deteksi Medan Magnet
Hewan seperti hiu dan belut listrik memiliki elektroreseptor yang dapat membaca perubahan medan elektromagnetik bumi yang terganggu saat ada pergeseran lempeng atau tekanan tinggi di dalam tanah.
Singkatnya, bencana mengirim sinyal. Manusia perlu alat. Hewan cukup tubuhnya.
Kenapa Ini Penting Buat Kita?
Masyarakat sering kali menganggap perilaku hewan aneh sebagai hal sepele. Padahal, jika kita lebih awas dan peka, kita bisa menjadikannya sinyal tambahan untuk waspada.
Bayangkan jika di suatu daerah rawan tsunami, masyarakat mulai memperhatikan perilaku binatang liar atau ternak sebagai bagian dari sistem deteksi dini. Ini bisa jadi early warning system alami yang mendampingi alat modern.
Namun, tentu saja, ini bukan berarti setiap anjing menggonggong berarti akan ada gempa. Tapi jika perilaku massal dari berbagai hewan terjadi dalam waktu berdekatan, dan tidak ada pemicu lain, bisa jadi itu adalah tanda lingkungan sedang berubah besar-besaran.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
- Perhatikan perilaku hewan di lingkungan kita, terutama di daerah rawan bencana seperti pesisir, lereng gunung, dan zona patahan aktif.
- Jika terjadi perubahan kolektif pada perilaku hewan, seperti kawanan yang pindah tempat mendadak, suara-suara tidak biasa dari ternak, atau hewan peliharaan jadi sangat gelisah, jadikan itu sinyal untuk mulai waspada.
- Sosialisasikan pada masyarakat sekitar agar tidak mengabaikan insting hewan, terutama dalam situasi alam yang tidak menentu.
- Dorong pemerintah dan akademisi untuk menjadikan data perilaku hewan sebagai bagian dari penelitian mitigasi bencana.
Kesimpulan
Insting hewan bukan mitos. Mereka adalah alarm hidup yang masih bekerja saat alat kita belum berbunyi. Di zaman ketika bencana bisa terjadi kapan saja, mendengarkan alam bisa menjadi langkah pertama untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.
Jadi, lain kali kamu lihat kawanan hewan bertingkah tak biasa, jangan cuma lihat. Amati, pahami, dan bersiaplah.